YUAN CANDRA DJAISIN: MENJADI AUDITOR NEGARA SEBUAH KEBANGGAAN


Waktu Baca: 5 menit | Jumlah kata: 1,037 

Bagi   Yuan Candra Djaisin S.E., M.M., Ak., CPA., CSFA, bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan sebuah kebanggaan. Hal itulah yang membuat dia memilih untuk mengabdikan diri di BPK ketika baru lulus kuliah dan sedang mencari pekerjaan.

Bagaimana kisah bapak dalam meniti karier di BPK?

Saya masuk ke BPK pada tahun 1997. Jadi, begitu baru lulus S1, saya langsung melamar di BPK. Alhamdulillah diterima menjadi pemeriksa di Auditorat Keuangan Negara V yang membidangi pemeriksaan BUMN. Kemudian tahun 1999 saya mendapatkan beasiswa S2 sampai 2001. Kemudian tahun 2001 saya kembali lagi dan ditugaskan di AKN VII. Tiga tahun berselang, tepatnya 2004, saya mendapatkan promosi sebagai kepala seksi di perwakilan Sulawesi Selatan. 

Sambil menunggu promosi dari 2001 hingga 2004, saya mencoba untuk mengajar. Bahkan sempat menjadi dosen luar biasa di STIE Trisakti pada 2001 sampai 2004. Kemudian tahun 2007 dipromosikan lagi menjadi eselon III. Tahun 2010, mungkin karena dipandang sudah terlalu lama di Sulawesi Selatan, saya dipindahkan ke Perwakilan Jawa Timur. Sampai 2016 mendapatkan promosi menjadi Kepala Perwakilan di BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu. Dua setengah tahun di Bengkulu, saya dipindah ke Jakarta (kepala perwakilan BPK DKI Jakarta) dan di Februari 2020 saya menjadi Kepala Perwakilan BPK Jambi.


Menurut bapak bagaimana perbedaan antara BPK yang dahulu dengan yang sekarang?

Banyak sekali perubahan, ya. Saya pikir yang signifikan yang pertama terkait dengan infrastruktur dan sistem yang ada di BPK. Dahulu aturan tidak sebanyak saat ini, baik itu untuk pemeriksaan maupun juga untuk yang nonpemeriksaan. Tapi saat ini kita lihat sudah dibuat suatu peraturan-peraturan, baik untuk auditor maupun untuk tim nonauditor. Jadi perubahan itu cukup signifikan.

Kemudian yang kedua, dari sisi perencanaan pun kita sudah cukup baik. Pada saat saya pertama masuk, belum ada suatu sistem perencanaan strategis di BPK yang memadai tahun. Sementara saat ini perencaan dan pengukuran kinerja sudah sangat baik. Yang tidak kalah penting bagi saya saat ini adalah terkait dengan kesejahteraan.

Dari sisi fasilitas kesehatan yang diberikan juga sangat baik, termasuk terkait dengan penanganan Covid-19. Mulai dari rapid test malah ditanggung sepenuhnya oleh kantor. Satu lagi terkait dengan penerapan IT, sarana-prasarana beda sekali. Dahulu untuk beli laptop saja terpaksa mencari yang bekas, namun saat ini semua dibekali laptop untuk bekerja.


Apa motivasi bapak dalam bekerja di BPK? 

Prinsipnya saya usaha sebanyak-banyaknya. Jadi ketika itu, saya mengikuti berbagai ujian dan tes. Selain di BPK, saya juga ikut tes di kantor akuntan publik. Waktu saya bersama dengan beberapa teman, kami berdiskusi mana yang paling menarik bagi kami. Akhirnya kami sepakati bahwa sebagai auditor negara lebih membanggakan.

Jadi, motivasi saya itu waktu itu ya simpel saja. Kalau menjadi auditor negara kan artinya kita menjaga keuangan negara. Jadi itu saja sih motivasi saya simpelnya dan alhamdulillah saya bertahan sampai sekarang. Jadi, sudah lengkaplah. Artinya, dulu motivasinya kita juga sebagai akuntan negara, sekarang segala kebutuhan yang terkait dengan kita untuk bekerja sudah ada. Karena cintanya dengan pekerjaan ini, kita harus berjuang. Apalagi sekarang BPK memang bertugas menjaga, menyelamatkan dan mengawal harta negara. Sejak saya masuk BPK, pikiran saya sudah seperti itu.


Selama 23 tahun berkarier di BPK, menurut bapak prestasi apa saja yang telah bapak raih?

Mengenai prestasi, kita mengukur diri sendiri tampaknya sulit. Jadi yang menilai ya mungkin orang luar. Saya sulit mengatakan itu. Namun selama bekerja di BPK dan dedikasi yang saya berikan sampai saat ini, saya menerima tanda penghargaan Satya Lancana Karya. Kalau prestasi sebagai Kepala Perwakilan, saya masih terus kerja karena saya lihat teman-teman daerah lain sudah begitu banyak prestasi, terutama teman-teman sesama auditor.


Terkait penegakan IIP, bagaimana bapak mengkomunikasikannya dengan stakeholders?

Yang pertama kita harus mendefinisikan siapa stakeholder prioritas kita, seperti misalnya yang pertama adalah DPRD. Itu kita harus menjalin hubungan dengan mereka khususnya dengan pimpinan DPRD. Kita sampaikan juga kondisi-kondisi ketika pemeriksaan berlangsung dan kita membuka diri juga jika ada dari pihak DPRD yang ingin memberikan masukan. Jadi, saya datang ke Jambi, salah satu yang prioritas saya temui adalah pimpinan dewan dan Alhamdulillah sempat ketemu dan saya berusaha terbuka dengan mereka. Jadi kita enggak menutup diri sebagai kepala perwakilan sehingga mereka merasa nyaman dengan mengobrol. Akhirnya kita bisa mendapat bocoran misalnya laporan dari konstituen dan lain-lain. Kemudian stakeholder lain adalah kepala daerah. Ini juga penting. Saya berusaha untuk bertemu dengan kepala daerah pada saat melakukan supervisi. 

Hanya memang karena Covid-19 jadi belum terlaksana untuk bertemu semua kepala daerah. Saya targetkan untuk bisa menemui semua dan berkomunikasi langsung dengan mereka. Tentu, dalam pertemuan itu kita akan sampaikan nilai-nilai dasar BPK termasuk kode etik pemeriksa. BPK selalu berupaya menjadi kode etik. Bahkan, pernah ada bupati yang protes karena tim kami tidak mau makan bersama. Mereka merasa tersinggung. Ini artinya protes-protes yang membanggakan. Kami jelaskan bahwa itu memang sesuai dengan kode etik dan batas-batas koridor, jadi saya sampaikan kepada pihak bupati soal tim audit kami. Akhirnya mereka bisa mengerti.

Yang tidak kalah penting adalah komunikasi dengan aparat penegak hukum. Kita harus selalu menjalin hubungan baik dengan Kapolda dengan Kajati. Alhamdulillah di sini kita sering bertemu dan setiap ada pergantian pimpinan kita saling berdiskusi. Jadi, kita harus membangun citra bahwa BPK bukan suatu hal yang menakutkan, bukan juga katak dalam tempurung, tapi yang memberikan pelayanan kepada siapa pun.


Pesan-pesan apa yang ingin bapak sampaikan kepada para pegawai di BPK, khususnya pegawai BPK Perwakilan Jambi?

Bagi saya, yang nomor satu yang harus kita jaga itu adalah Indepedensi, Integritas, dan Profesionalisme. Sepintar apa pun kita, serajin apa pun kita, akan hancur berantakan kalau kita tidak berintegritas. Dan itu enggak bisa diterapkan kalau tidak leading by example. Jadi untuk tingkat perwakilan, nomor satu saya yang harus menjalankan. 

Yang kedua adalah tingkatkan moral. Tingkatkan moral dengan banyak-banyak mempelajari kebaikan. Saya biasanya melakukan itu dengan menanamkan nilai-nilai agama. Ini akan mendorong nilai-nilai kejujuran serta nilai dasar BPK, yaitu Integritas, Independensi, dan profesionalisme. Nilai-nilai agama adalah hal yang penting. Jadi, semua agama di sini (BPK Jambi), silakan kalau mau membuat acara. Pemeluk agama Islam silakan kalau ingin membaut pengajian ataupun membuat acara lain. Begitu juga dengan teman-teman pemeluk agama lainnya.

Kemudian yang ketiga, teman-teman auditor harus memiliki pola pikir bahwa audit bukan hanya pekerjaan rutinitas. Akan tetapi juga berpikir secara filosofis audit itu apa. Mereka harus punya value bahwa audit mereka bisa memperbaiki kondisi pemerintah daerah.

Jadi saya pikir pekerjaan audit itu tidak sekadar rutinitas. Oleh karena itu, auditor harus berpikir dengan baik, memberikan rekomendasi dengan tepat. Audit kita harus bermanfaat bagi masyarakat dan para pemangku kepentingan. Kemudian juga penerapan IT. Saya juga meminta teman-teman lebih piawai dalam menggunakan aplikasi SIAP dan SIPTL. Dan yang terpenting adalah penegakan IIP atau Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.

___

Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 10 Vol. III Oktober 2020 | hal. 22 - 23

No comments:

Post a Comment