BLUCER RAJAGUKGUK: HASIL PEMERIKSAAN HARUS BERKUALITAS DAN BERMANFAAT


Waktu Baca: 15 menit
Berkarier di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa sembarangan, harus memiliki jiwa keberanian, tegas, dan bertanggung jawab seperti Jenderal M Yusuf. Itulah yang membuat Dr. Blucer Welington Rajagukguk S.E., S.H., MSc., Ak., CFrA., CA, CFE memilih berkarier di BPK. Pria kelahiran 20 Oktober 1968 ini sudah 30 tahun mengabdikan dirinya, dari mulai golongan IIA sampai sekarang IVE dan menjabat sebagai Auditor Utama Keuangan Negara III (Tortama III). Berbagai jenis pemeriksaan pernah ia lakoni. Bahkan, pria yang sudah dikaruniai 4 orang anak ini pernah beberapa kali menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt). Kariernya sebagai pemeriksa di BPK pun terus meningkat. 
Sudah berapa tahun bekerja di BPK dan mengapa memilih berkarier di BPK?
Saya sudah bekerja secara resmi sejak Juni 1990. Tapi awal masuk di BPK pada 1 Maret 1989. Mulai jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada 1 Juni 1990. Saat itu sudah mulai jadi pemeriksa. Waktu itu namanya penilik, golongan IIA. Dari IIA sampai sekarang IVE berarti sudah 29 tahun. Jadi kalau bicara Maret 1989, sudah 30 tahun saya di BPK. Saat lulus dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), ada beberapa pilihan untuk bekerja. Ada Direktorat Jenderal Pajak, BPKP, lalu Kementerian Keuangan dibagi waktu itu, ada bendahara, operasional dan segala macam. Kemudian pilihan terakhir ada di inspektorat jenderal. Pilihan pertama saya di BPK. Waktu zaman saya dahulu per angkatan isinya 30 orang. Saya termasuk yang dipilih oleh BPK pada waktu itu. Alasan saya memilih berkarier di BPK karena saya dulu kagum dengan Jenderal M Yusuf. Beliau dulu dikenal sebagai orang yang tegas dan sayang sama prajuritnya. Dia itu sangat tegas dalam melaksanakan sesuatu. Selain tegas, kesejahteraan para prajurit juga menjadi perhatian dia. Waktu itu dia teladan sekali, dan ayah saya juga termasuk orang yang senang dengan Jenderal M Yusuf. 

Sebelum di BPK, apakah pernah bekerja di tempat lain atau instansi pemerintahan yang lain?
Tidak pernah sama sekali. Begitu lulus dari STAN langsung ke BPK. Karena memang pilihan pertama saya di BPK dan alhamdulillah masuk. Saya jalani sampai sekarang. 

Saat pertama bergabung di BPK, bapak bekerja di divisi apa?
Pertama tentu adalah menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Setelah diangkat menjadi PNS, jadi penilik. Karena pemeriksa waktu itu namanya penilik. Kalau satuan kerjanya waktu itu Sub Auditorat I3. Dulu itu satuan kerja memakai abjad A sampai K. Auditorat I kala itu membawahi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik industri strategis maupun nonstrategis. Waktu zamannya pak Habibie, beliau membuat Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang membawahi industri strategis seperti Krakatau Steel dan Industri Kereta Api (INKA). Terus yang nonstrategis itu ada industri pupuk seperti PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri), Semen Kujang, kemudian industri obat Kimia Farma dan Bio Farma. Itulah awal-awal saya memeriksa. Mulai Juni 1990 hingga 1997 akhir, saya sudah mulai mendapat penugasan untuk mengikuti S2 ke luar negeri. Tiga bulan di California selesai, mulai 1 Januari 1998 sampai 1999 saya menyelesaikan gelar master tinggi saya di New York. Selesai dari situ saya kembali memeriksa. Saat itu memeriksa Pertamina. Saya juga diperbantukan sebentar untuk pemeriksaan Bank Indonesia, kemudian di BPPN. Saat baru memeriksa Pertamina, diangkat menjadi kepala seksi pada tahun 2001. Saya memeriksa subsidi bahan bakar minyak (BBM), investigasi, penyelewengan-penyelewengan distribusi BBM. Saya juga sempat menjadi Plt Kasubaud di Pertamina selama satu tahun. Kemudian pindah menjadi Kasubaud di AKN II. Sampai akhirnya saya juga menjadi kepala perwakilan di Papua pada Maret 2009. Dari sana kembali menjadi Kepala Auditorat di Auditorat V.A. Kemudian pada Januari 2011 ditunjuk menjadi Plt Kepala Perwakilan di DKI Jakarta. 

Sebelum menjabat sebagai Auditor Utama Keuangan (Tortama III), bapak menjabat sebagai apa?
Saya menjabat sebagai Staf Ahli dari Maret 2014 sampai saya dilantik Tortama III pada Maret 2018. Jadi, empat tahun saya jadi Staf Ahli Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan. 

Tugas staf ahli apa yang penting yang menurut bapak harus diselesaikan atau dilanjutkan pengganti bapak?
Yang paling penting memberikan masukan kepada badan, melalui kajian-kajian. Jadi apa saja berdasarkan kajian-kajian kita, dari sisi pemeriksaan yang penting dilakukan. Saya banyak membahas sustainable development, karena kebetulan juga saat 2014 saya masuk di sana, 2015 muncul agenda global yang namanya Sustainable Development Goals (SDGs). Kebetulan juga waktu itu pak Yudi Ramdhan Kepala Humas minta pada saya untuk mengkoordinasikan teman-teman untuk membuat pemahaman transportasi mengenai SDGs dengan beberapa tujuan. Termasuk membuat white book waktu dengan the International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), dengan the Workplace Gender Equality Agency (WGEA), termasuk mencari informasi sebanyak-banyaknya kepada para organisasi BPK se-dunia. Di situ saya banyak belajar mengenai SDGs. Karena saya di Tortama III, jadi sekarang masih kosong. Harapan saya nanti ada yang bisa melanjutkan. Karena di Indonesia ini banyak sekali yang bisa dijadikan sebagai potensi wisata, contohnya Danu Toba, Raja Ampat, dan lain-lain. Di SDGs, ada yang namanya sustainable tourism yaitu bagaimana kita yang memiliki potensi pariwisata alam yang indah, bisa dijadikan pendapatan yang terus ada untuk masyarakat sekitar, bukan hanya untuk negara. Melalui konsep ini, membangun pariwisata bukan harus menghancurkan tempat wisata. Jadi jangan sampai membangun pariwisata tapi malah merusak tempat wisatanya. Pola-pola pembangunannya harus diperhatikan juga. Dalam melakukan pembangunan yang sesuai dengan SDGs, semuanya mengacu pada keseimbangan antara manfaat ekonomi yang diterima dengan menjaga lingkungan. Tapi, aspek sosial juga diperhatikan, artinya partisipasi masyarakat dilibatkan. Jadi keuntungannya jangan hanya untuk perusahaan tertentu.Boleh punya keuntungan, tapi masyarakat sekitar dilibatkan. Jadi konsepnya ada tiga hal, alamnya itu sendiri, manusianya, baru uangnya. Jangan hanya menarik uang sebanyak-banyaknya, manusianya tidak kebagian, lingkungan rusak, nah itu tidak SDGs. Jadi harapan saya, hal-hal seperti itu bisa dikembangkan. Apalagi kalau nanti bisa dikembangkan pola pemeriksaannya. Indikator-indikator yang diperlukan di SDGs sudah ada. SDGs ada 17 tujuan, 169 target dan 231 indikator. Dan indikatornya sudah standar sehingga bisa dibandingkan dengan provinsi lain, dengan kabupaten lain, bahkan dengan negara lain. Hasilnya nanti bisa dilihat, seperti rapor sekolah. 

Apa perbedaan tugas dan tanggung jawab antara jabatan sebelumnya dengan yang sekarang? Lebih berat yang mana?
Kalau dulu memberikan masukan, kajian. Kalau sekarang berperan menjadi penanggung jawab pemeriksaan. Kita bertanggung jawab untuk melaksanakan amanah badan, isinya sudah ditetapkan. Kita menjaga hasil pemeriksaan kita harus berkualitas dan bermanfaat. Jadi, berkualitas sesuai standar dan bermanfaat karena memang diperlukan oleh negara, diperlukan oleh masyarakat, nah ini yang berat. Kalau dulu hanya memberikan kajian-kajian, sekarang menjadi pelaku bagaimana melaksanakannya. Tanggung jawab moralnya lebih berat. Karena ada 38 entitas dan yang utama pelayanan publiknya. Contohnya masalah pertanahan, soal legalitas pertanahan. Apakah masyarakat sudah puas atau belum dengan pola-pola yang dilakukan selama ini oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Kemudian di Kominfo, sudah puas atau belum masyarakat terhadap pelayanan telekomunikasi. Misalnya sinyal ada tapi tidak bisa terkoneksi. Itu masuk sebagai pelayanan publik, masyarakat puas apa tidak terhadap pelayanan publik saat ini, diperhatikan apa tidak masyarakat yang miskin. Kita juga tahu diri, karena tidak mungkin kita bisa menyelesaikan semua. Tentunya kita akan mengacu pada arahan visi, rencana kerja pemeriksaannya. Karena kita juga memiliki keterbatasan dari sisi sumber daya manusia. Kita jalankan sesuai arahan pimpinan, apa dulu yang harus dikerjakan. 

Apa saja tantangan sebagai Tortama III?
Tantangannya adalah pemeriksaannya luas sekali karena ada 38 entitas. Kurang lebih 43 persen dari institusi pusat di negeri ini ada di sini. Kedua, entitas yang ada di AKN 3 ini umumnya persoalan yang menyangkut pelayanan publik. Karena yang namanya pelayanan publik ini kan sulit puasnya. BPK harus mampu mendorong pemerintah untuk mencapai target minimum, kalau bisa optimal. Tapi karena terlalu banyak ya paling tidak ada kualitas-kualitas yang memang memadai dan cukup untuk dinikmati oleh masyarakat. Misalnya masalah hukum, masyarakat harus merasa diperlakukan adil, masalah pertanahan juga tidak merasa dibuat repot.

Apakah ada target khusus di Tortama III? Bagaimana upaya merealisasikan target tersebut? Apakah sudah ada yang tercapai?
Target kita untuk awal ada di sektor pertanahan. Kita ingin memperbaiki kualitasnya dengan program sekarang. Kemudian dana desa. Indonesia punya 74.954 desa, hampir 75 ribu desa. Anggaran dana desa dari pemerintah Rp60 triliun, jadi setiap desa mendapatkan dana desa sekitar Rp750 juta, tapi jumlah ini bervariasi. Ada yang Rp500 juta, ada juga yang mendapatkan dana desa hingga Rp1 miliar. Dana desa ini menjadi tantangan yang luar biasa. Sebab, kita hanya punya 250 pemeriksa. 

Bagaimana kita menyikapinya?
Kita harus bekerja sama dengan semua AKN. Misalnya AKN V melihat di salah satu kabupaten atau desa, kita ikut sekalian. Karena memang itu arahan dari pimpinan, supaya kita bersinergi dengan AKN yang lain. Mengenai target, saya selalu mengacu pada apa yang diharapkan oleh pemerintah atau badan. Karena pemahaman saya, Tortama adalah salah satu pelaksana badan. Maka apa yang dilaksanakan badan harus sesuai dengan apa yang dikerjakan badan, misalnya tindak lanjut.Kemudian olahraga. Saya secara pribadi sama dengan badan. Kita senang sekali melihat sepak bola dan bulu tangkis, kita ingin kembali ke masa kejayaan itu. Ada beberapa fokus terkait ini. BPK ingin mendorong olahraga kita masuk ke tingkat internasional. Kita harus cari tahu bagaimana pengelolaan olahraga kita, kok kalah terus. Kita mencoba memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat. Target-target tersebut tentu kita harus perhatikan satu-satu. Soal tenaga kerja misalnya, kita sudah melihat masalah Balai Latihan Kerja (BLK). Kita melihat kesiapan prasarana BLK, alat-alatnya, hingga pelatihannya. Jadi nanti saudara-saudara kita yang mau mencari kerja bisa mendapatkan sertifikasi, bukan mengandalkan ijazah lagi. Karena ijazah hanya  normalitas. Sebab, kerja tanpa memiliki keahlian itu sangat sulit, kalau sudah punya keahlian bisa kerja di dalam negeri atau di luar negeri. Kemudian pelayanan pertanahan juga sudah kita perhatikan, ya tapi masih jauh. Jika diibaratkan, panggang masih jauh dari apinya. Karena saya juga baru dilantik. Jadi saya masih belajar sama-sama dengan tim, bagaimana target ini bisa tercapai sehingga menjadi target bersama. 

Sebagai Tortama III, kesibukan bapak pasti bertambah. Bagaimana bapak mengatur waktu dengan keluarga?
Sabtu dan Minggu saya usahakan bersama keluarga. Hari Sabtu, paling tidak dari pagi sampai jam 2 siang saya tidak mau diganggu. Kecuali yang bisa mengalahkan itu hanya soal pekerjaan. Contohnya belum lama ini saat ada penyusunan laporan keuangan, ini kan tidak boleh terlambat. Saya minta maaf kepada anak dan istri karena saya terpaksa bermalam di kantor. Saya sangat mengusahakan agar setiap hari Minggu bersama keluarga. Karena yang membuat kita semangat kerja adalah keluarga. Bagi saya, keluarga sangat penting. Jadi kalau kita lelah, yang mengimbangi adalah keluarga, tidak ada yang lain. 

Hobi bapak apa? Bagaimana sekarang memenuhi hobi bapak mengingat bertambahnya kesibukan?
Kalau ditanya hobi, hobi saya banyak. Saya suka catur, saya hobi tenis meja, jalan kaki juga saya hobi. Untuk menjalani hobi saya ya saat senggang saja, tapi harus disiplin juga. Karena kalau tidak disiplin, kerja terus, tapi hobi tidak dijalankan, buat saya sendiri itu jadi penat. Saya berusaha mengimbangi antara kesibukan dengan hobi saya, harus ada olahraganya, harus ada senangnya. Kalau kerja tidak ada senangnya bisa membuat saya jadi suntuk. 

Apa harapan atau pesan bapak terhadap generasi muda sekarang?
Ini pesan buat saya juga. Pesan saya, kalau sekadar memeriksa itu tidak susah, tinggal lihat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), aturannya bagaimana tinggal dijalankan. Tapi yang sulit itu bagaimana mengembangkan ide, mengembangkan gagasan, sehingga hasil pemeriksaan bermanfaat dan menjadi bahan yang diperbincangkan oleh masyarakat. Contohnya masalah ketahanan pangan. Kita bilang pakai estimasinya menggunakan pandangan mata, kan tidak masuk akal. Padahal ada alat, satelit ada, tinggal pakai alatnya, buat apa pakai estimasi. Tinggal hitung saja di penggilingan, kan beras digiling di penggilingan. Kemudian, semua pabrik penggilingan melaporkan berapa hasil penggilingannya. Metode seperti ini kan lebih gampang.
____

Sumber:
Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 07 Vol. I Juli 2018 | hal. 20 - 23

1 comment:

Unknown said...

Sukses untuk Pak Blucer Wellington Rajagukguk menjadi anggota BPK RI.

Post a Comment