AKHSANUL KHAQ: BERSYUKUR BISA MENGABDI DI BPK


Waktu Baca: 18  menit
Bekerja di Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) merupakan impian Akhsanul Khaq MBA., Ak., CFE., CMA., CA sedari muda. Sempat berkarier di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selepas lulus dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), mimpi Ahsan untuk mengabdi di BPK terwujud pada 2010. Sejak saat itu, segudang pemeriksaan ia lakoni. Berbagai posisi pun pernah dijabatnya. Sekarang, Ahsan dipercaya menjabat sebagai Auditor Utama Keuangan Negara VII. 
Sejak kapan bekerja di BPK? Bagaimana awal perjalanan karier sampai sekarang menjadi eselon I BPK?
Saya bekerja di BPK sejak 2010. Tapi kalau menjalani profesi sebagai pemeriksa secara keseluruhan, saya sudah menjalaninya sekitar 30 tahun. Saya mengawali karier di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Saya bekerja di BPKP sekitar 19 tahun. Setelah itu, saya diminta masuk ke BPK.

Di BPK, saya sempat menjadi tenaga ahli. Sebagai tenaga ahli, saya ikut dalam beberapa pemeriksaan, beberapa di antaranya pemeriksaan di Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah itu, saya dipercaya menjadi eselon III. Saya ditempatkan di Auditorat Keuangan Negara (AKN) VI. Ada beberapa penugasan kala itu, termasuk untuk wilayah Indonesia bagian timur. Ada penugasan terkait dengan permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghitung kerugian negara.

Saya ikut dalam tim tersebut sebagai wakil penanggung jawab. Pada saat itu, yang menjadi tersangkanya adalah bupati Boven Digoel. Saya menjadi pemberi keterangan ahli di persidangan dengan nilai kerugian waktu itu kurang lebih sebesar Rp60 miliar. Sebagai Kepala Sub Auditorat VI A1 yang membidangi Kementerian Kesehatan, saya juga terlibat dalam pemeriksaan di Kementerian Kesehatan, waktu itu proyek yang cukup besar terkait dengan pembangunan pabrik vaksin flu burung. Di situ saya bertindak sebagai wakil penanggungjawab. Kemudian dari pemeriksaan itu kita bisa mengungkapkan bahwa pembangunan pabrik vaksin flu burung itu bermasalah dan akhirnya mangkrak. Nilai kerugiannya sekitar Rp800 miliar.

Saya kemudian pindah ke subauditorat VI A2. Ini terkait dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada saat itu, ada permasalahan di inspektorat jenderal mereka. Kita lakukan pemeriksaan terkait dengan berbagai kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat jenderal. Ternyata di sana banyak pengeluaran yang sifatnya fiktif. Kita berkoordinasi dengan KPK. Waktu itu saya sebagai pemberi keterangan ahli dalam persidangan dengan terdakwanya adalah mantan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kerugiannya sekitar Rp30 miliar. 

Setelah itu juga saya dan tim banyak terlibat dengan audit-audit yang sifatnya strategis seperti misalnya pemeriksaan dana otonomi khusus Papua. Kita sejak lama sudah menyampaikan ada kekurangoptimalan pengawasan dari pemerintah pusat serta pemanfaatan dana itu. Tim kami juga pernah melakukan pemeriksaan terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait kegiatan pemetaan sekolah untuk seluruh wilayah Indonesia baik di tingkat dasar, menengah, maupun tingkat atas. Ada permasalahan terkait dengan pemetaan. 

Banyak pemetaan yang sifatnya fiktif. Misalnya, ada satu wilayah di mana di situ sebenarnya sekolah beragama tertentu, ternyata yang punya agama tertentu itu tidak ada. Jadi itu suatu kondisi di mana terjadi penyimpangan dalam pemetaan, akibatnya data itu tidak akurat. Yang lebih pokok lagi adalah, bahwa ini kemudian ditingkatkan kasusnya oleh kejaksaan menjadi penyidikan. Dilakukan  penyidikan, lalu kami melakukan penghitungan dan kerugiannya sekitar Rp100 miliar. Jadi itulah yang saya lakukan waktu di esleon III. Tentu saja dalam perjalanan karier sebagai eselon III banyak bimbingan yang diberikan oleh Anggota VI (Bapak Rizal Djalil), Auditor Utama, serta Kepala Auditorat waktu itu, serta dukungan tim pemeriksa sehingga saya bisa melaksanakan dengan baik.

Lalu, bagaimana kisah dan pengalaman bapak saat menjabat sebagai eselon II?
Saat naik pangkat menjadi eselon II, saya dipromosikan menjadi Kepala Auditorat IV A. Ada beberapa hal yang saya lakukan. Hal pertama yang cukup berat waktu itu ada isu mengenai jalur Pantai Utara (Pantura) yang menjadi proyek yang sifatnya abadi. 

Saya melaksanakan pemeriksaan secara komprehensif dari sisi keuangan, teknis, maupun sosial. Tiga aspek itu kita periksa agar rekomendasi penanganan Pantura ini harus benar-benar komprehensif. Dari pemeriksaan itu, kita menyampaikan temuan-temuan pemeriksaan yang signifikan. Ada masalah overloading yang kurang tertangani dengan baik. Ada masalah sosial terkait dengan kesadaran masyarakat menggunakan badan jalan. Semestinya, bahu jalan dikosongkan. 

Tapi, kenyataannya, bahu jalan dipakai untuk membuka usaha atau pasar. Dari sisi keuangan, kita menemukan ada beberapa ketidaktertiban. Misalnya, dalam pelaksanaan performance based contract dan kita sampaikan semua itu kepada Kementerian PUPR untuk dilakukannya perbaikan-perbaikan. 

Saya kemudian dipindahkan menjadi Kepala Auditorat II C di AKN II. Kalau saat menjabat Kepala Auditorat IV A saya membidangi Pekerjaan Umum dan Kementerian Kehutanan. Kalau di II C, ada 13 entitas yang harus saya tangani, dan yang besar-besar adalah Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Perindustrian. Di posisi baru ini saya melakukan pemeriksaan strategis, yakni memeriksa OJK. Kita melakukan pemeriksaan terkait pengadaan barang dan jasa, dan ada berbagai permasalahan di sana, misalnya menyangkut masalah konsultan. Ada pula ketidakintegrasian dalam sistem pengadaan. Artinya, setiap unit masih melakukan pengadaan sendiri-sendiri. Di situlah kita menemukan berbagai permasalahan terkait dengan keuangan dalam hal pengadaan barang dan jasa di lingkungan OJK.

Terkait pemeriksaan di Kementerian Perindustrian, waktu itu ada lokasi-lokasi tertentu yang ingin dijadikan kawasan industri, tapi ternyata lokasi-lokasi itu tidak siap. Sehingga kita menilai bahwa pelaksanaan pembangunan kawasan industri itu menjadi kurang optimal dan di sana juga ada masalah penyimpangan keuangan yang mengakibatkan adanya pengembalian dana yang cukup besar mencapai miliaran rupiah.

Setelah itu saya dimutasi lagi menjadi Kepala Auditorat II A yang menangani bidang perpajakan dan bea cukai. Saya melakukan pemeriksaan terkait dengan masalah piutang pajak karena piutang pajak. Nilainya sangat besar sekitar Rp90 triliun. Tapi faktanya, yang layak untuk disajikan sebagai piutang itu sekitar setengahnya. Hal ini merupakan masalah signifikan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Setelah kita lakukan pemeriksaan, ditemukan ada basis data yang masih harus diperbaiki dari sisi piutang pajak. Pada saat di AKN II, banyak pelajaran dan bimbingan yang saya peroleh dari Anggota II (Agus Joko Pramono) dan Auditor Utama II (Bahtiar Arif). Kira-kira, begitulah gambaran pengalaman saya saat di eselon III selama kurang lebih 5 tahun dan eselon II sekitar 3 tahun.

Lalu, bagaimana bapak bisa naik pangkat lagi menjadi eselon I?
Ada peluang untuk mengikuti lelang jabatan eselon I. Saya mendaftar, kemudian melewati berbagai seleksi yang diperlukan. Akhirnya, saya dipandang pantas untuk menduduki jabatan sebagai staf ahli. Pada saat saya menduduki jabatan sebagai staf ahli, saya juga berfokus terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan. Terutama dalam menyangkut adanya temuan yang sifatnya berulang. Ketika kita melakukan pemeriksaan, selalu ada temuan yang sifatnya berulang dari tahun ke tahun. 

Seperti yang saya sudah sampaikan tadi seperti temuan piutang pajak sebenarnya setiap tahun ada. Kita menggali mengapa temuan itu bisa berulang, sebenarnya temuan itu bisa kita atasi jika benar-benar melibatkan semua stakeholders. Setelah saya menduduki jabatan staf ahli, ada kesempatan untuk bisa mengabdi dengan melakukan pemeriksaan BPK di jenjang eselon I. Ada jabatan yang kosong untuk auditor utama keuangan negara. Saya mengikuti seleksi jabatan eselon I dan ada proses-proses terkait dengan itu. Akhirnya, saya dipercaya pimpinan sebagai Auditor Utama Keuangan Negara 7 dalam hal ini yang membidangi pemeriksaan atas pengelolaan BUMN.

Apa yang menjadi motivasi selama bekerja di BPK?
Yang menjadi motivasi saya tentu karena latar pendidikan saya sebagai lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Berawal dari pendidikan D3 selama 3 tahun, lalu saya mengabdi. Kemudian tes kembali untuk mengambil gelar Diploma IV (lulus 1994). Sebagai akuntan, tentu saja saya menyukai bidang-bidang yang terkait dengan auditing. Salah satu institusi yang mempunyai kewenangan di bidang audit adalah di BPK.

Saya merasa pas untuk mengabdi di sini, dan ternyata posisi di BPK ini memungkinkan kita untuk bisa menjangkau perbaikan tata kelola secara lebih luas daripada kita mengabdi pada satu institusi saja. Kalau di BPK, kita bisa melakukan dengan skala yang besar. Itulah yang menjadi motivasi saya untuk terjun di dunia pemeriksaan, khususnya mengabdi di BPK. 

Apa suka dan duka selama bekerja di BPK?
Dalam melakukan pemeriksaan, yang kita hadapi adalah manusia. Manusia merupakan makhluk sosial. Terkadang, ia bisa berinteraksi dengan baik, tapi terkadang tidak. Ini suatu tantangan tersendiri.

Tantangan lainnya adalah bagaimana mengelola tim dengan berbagai tekanannya. Tekanan dari sisi waktu maupun permasalahan klasik seorang pemeriksa, yakni bagaimana susahnya memperoleh data. Pemeriksaan dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh juga jadi tantangan tersendiri. 

Saya pernah melakukan pemeriksaan di daerah Merauke dan Boven Digoel. Itu daerah-daerah yang relatif jauh. Itu juga merupakan tantangan tersendiri dalam penugasan. Tapi itu belum seberapa jika dibandingkan dengan tim-tim pemeriksa di wilayah timur yang menempuh perjalanan belasan jam untuk sampai di lokasi yang diperiksa.

Pengalaman apa yang tidak bisa dilupakan selama bekerja di BPK?
Saat saya memberi keterangan ahli di persidangan terkait kasus korupsi. Sementara, kita tahu sendiri kalau kita tidak ada pengawalan, jadi wajar ada kekhawatiran-kekhawatiran. Belum lagi, di persidangan biasa didebat oleh pengacara, khawatir tidak siap, dan sebagainya. Terutama yang paling tidak bisa dilupakan pada saat persidangan, karena ada hakim, jaksa, dan pengacara. Pengacara tentu saja akan mempertanyakan hasil dari pemeriksaan kita. Kalau kita tidak siap, nanti kurang meyakinkan hakim. Mental kita harus benar-benar kuat. 

Apa tugas utama Tortama VII? 
Tugas utama Tortama VII tentu saja mengimplementasikan renstra, mengkoordinasikan proses pemeriksaan mulai dari penyusunan rencana pemeriksaan tahunan, kemudian melakukan pemeriksaan yang dibantu oleh kepala auditorat, serta mengkoordinasikan pelaksanaan pemeriksaan dengan proses laporan. Itu yang paling utama dalam rangka menghasilkan pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.

Tetapi ada tugas internal yang sangat penting adalah pembinaan pegawai di lingkungan AKN VII. Karena ada 243 pegawai yang ada di sini. Dalam organisasi pemeriksaan, pegawai yang kompeten menjadi tulang punggung. Pegawai di BPK, khususnya di lingkungan AKN VII harus memegang teguh nilai-nilai dasar Integritas, Independensi, dan Profesionalisme. 

Selain itu, kita juga harus bisa membuat proses pemeriksaan secara sistematis. Artinya, perlu dibangun basis data pemeriksaan. Sekarang, saya masih dalam proses pembangunan basis data pemeriksaan. Harapannya, dengan adanya basis data itu, kita bisa lebih tepat dalam menerapkan Risk Based Audit. Contohnya, kita bisa lebih tepat memilih hal apa yang harus diperiksa. Kemudian, dari yang harus kita periksa itu, kita akan berfokus di mana.

Apa tantangan dalam melakukan pemeriksaan terhadap BUMN?
Tantangan terbesarnya adalah bahwa BUMN memiliki total aset sebesar Rp7.200 triliun. Dari sisi kuantitas, jumlah perusahaan BUMN ada 118 perusahaan. Jika ditambah dengan anak dan cucu perusahaan BUMN, ada sekitar 400 perusahaan yang harus kita periksa.

Karakteristik setiap perusahaan BUMN juga berbeda. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa masuk ke dalamnya satu per satu untuk memahami setiap BUMN itu. Hari ini saya bicara PLN, besoknya saya bicara perkebunan. Sebagai Tortama diharapkan ada visi yang bisa membaca gambaran umum BUMN dan melihat benang merahnya.

Lalu langkah-langkah apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?
Langkah-langkah yang saya lakukan adalah, pertama saya mencoba melakukan profiling terhadap pemeriksa. Kemudian mengakses kemampuan mereka. Akan tetapi, ini saya lakukan secara berjenjang karena saya ada kepala auditorat dan di bawahnya. Saya meminta mereka untuk melakukan profiling itu. Kemudian, melihat hal apa yang perlu diperbaiki. 

Yang kedua, sehubungan dengan adanya mutasi yang belum lama ini cukup besar, kita melakukan inhouse training untuk bidang-bidang tertentu. Misalnya, pelatihan terkait dengan pemeriksaan infrastruktur, kemudian di bidang perbankan kita lakukan karena itu sifatnya khusus dan berbeda dengan di AKN lain.

Berikutnya adalah sinergi dengan AKN lain dalam merencanakan dan melaksanakan penugasan. Yang terakhir dan terpenting adalah adanya bimbingan dari Anggota VII (Eddy Mulyadi Soepardi) yang selalu diberikan dalam pelaksanaan tugas saya sebagai Auditor Utama VII. 

Apa kesulitan lainnya dalam memeriksa BUMN?
Kesulitan yang kita hadapi saat pemeriksaan adalah perolehan data, di samping laporan keuangan BUMN yang berbeda-beda. Kemudian juga ada satu yang kurang, kita tidak memeriksa laporan keuangan BUMN. Yang memeriksa kantor akuntan publik. Sehingga kita sebenarnya tidak secara otomatis memperoleh data terkait dengan laporan keuangan itu, makanya tadi kami bangun itu, membangun database selama 5 tahun harus ada laporan keuangan yang diperiksa. Kemudian dilakukan analisis atas laporan keuangan tersebut melalui analisis rasio. Itu mungkin yang menjadi salah satu tantangan tersendiri. 

Apa harapan bapak terhadap perusahaan BUMN?
Perusahaan BUMN harus berjalan sesuai dengan fungsinya. BUMN merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional, termasuk sekarang kan berperan dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, penyediaan listrik, hingga bahan bakar minyak (BBM). Peran BUMN sangat strategis. 

Maka, saya berharap tata kelola BUMN semakin baik. Pemeriksaan BPK ini diharapkan dapat mendorong pencapaian tujuan bernegara melalui perbaikan tata kelola melalui pemeriksaan keuangan yang berkualitas dan bermanfaat. Kami berharap rekomendasi-rekomendasi dari hasil pemeriksaan dapat ditindaklanjuti.

Pesan apa yang ingin bapak sampaikan untuk para pemeriksa BPK?
Kita harus bisa mengembangkan keingintahuan atau antusiasme dalam melakukan pemeriksaan. Menurut saya itu sangat penting. Dahulu, waktu saya di jenjang-jenjang pemeriksaan, kalau ada tugas, selalu ada hasrat untuk ingin baca. Terakhir adalah selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Itu yang barangkali yang perlu dikembangkan lagi. Itu juga sesuai dengan nilai-nilai dasar pegawai BPK yakni Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.
___
Sumber:
Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 09 Vol. I September 2018 | hal. 22 - 25

3 comments:

Unknown said...

Dosen pembimbing saya di univ pakuan, mantap!!!

Anonymous said...

Sepupu dari brebes 👍🙏

Anonymous said...

Bosnya temen saya

Post a Comment