Waktu Baca: 7 menit | Jumlah Kata: 1,307
Sudah 35 tahun Drs. Maulana Ginting, M.Si. , CSFA, QIA berkiprah untuk BPK. Berbagai asam garam telah dienyamnya mulai dari pemeriksaan di Perwakilan BPK Medan serta terlibat dalam pemeriksaan Asuransi Jiwasraya. Setelah ditempatkan di Inspektorat Utama (Itama) BPK, Maulana terus berkontribusi termasuk menyelesaikan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko BPK.
Bagaimana cerita perjalanan karier Bapak selama di BPK?
Saya mulai bekerja di BPK pada 1985. Sebelumnya, saya masuk Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) pada 1980 dan selesai pada Desember 1984. Tak lama berselang, ada tes seleksi masuk BPK dan saya mencobanya. Bayangkan saja, waktu itu saya masih fresh graduate dan mendapat kesempatan mengikuti seleksi BPK. Itu saya semangat sekali.
Saya kemudian diterima di BPK setelah melalui empat tahap seleksi tepatnya pada Mei 1985. Selanjutnya, saya mengikuti Pendidikan Kursus Pemeriksaan Muda (KPM) XI mulai Juli 1985 sampai Desember 1985. Setelah menyelesaikan KPM, saya ditempatkan di Perwakilan BPK Medan. Saya sempat menghitung ternyata saya pernah mengalami mutasi jabatan sebanyak 10 kali di BPK sepanjang karier saya. Pada 1985-1996 saya bertugas di Medan.
Kemudian, pada 1996, saya mendapatkan promosi menjadi Kepala Seksi atau setara eselon IV di Jakarta. Selanjutnya, pada 1997, saya mengalami mutasi sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan Pertamina. Saya mengalami mutasi kembali ke Medan pada 2000 sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan Wilayah Riau di Perwakilan BPK Medan. Ketika itu, Riau masih berada di bawah naungan Perwakilan BPK Medan. Kemudian, pada 2001 saya mendapatkan promosi di Perwakilan BPK Medan menjadi Kepala Sub Auditorat (Eselon III) yang membawahi pemeriksaan wilayah Sumatra Utara dan Aceh.
Pada 2005, beberapa bulan setelah peristiwa tsunami Aceh, Perwakilan BPK di Banda Aceh dibuka dan saya dipromosikan menjadi kepala perwakilan. Pada November 2007 saya dimutasi menjadi Kepala Perwakilan BPK di Sumatera Barat. Ketika itu, Perwakilan BPK di Padang juga baru dibuka. Setelah itu, pada Maret 2011 saya dimutasi menjadi Kepala Perwakilan Provinsi Bali. Pada Agustus 2012 saya diberi tugas menjabat Kepala Auditorat VII.D yang membawahi pemeriksaan BUMN bank dan nonbank. Setelah itu, pada Agustus 2017 saya mengalami mutasi menjadi Inspektur Pemeriksaan Internal Mutu Kelembagaan (PIMK) di Inspektorat Utama BPK sampai dengan sekarang. Sampai sekarang sudah 35 tahun mengabdi di BPK, Alhamdulillah.
Bagaimana Bapak memandang BPK saat ini jika dibandingkan BPK ketika awal bergabung dulu?
BPK dulu dan sekarang sangat berbeda. Seperti siang dan malam. BPK saat ini sangat diperhitungkan oleh para penyelenggara negara. Khususnya, setelah lahir tiga paket undang-undang keuangan negara. BPK menjadi lembaga yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sejak 2002, BPK memberikan opini atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dengan tugas tersebut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK selalu dinantikan. Untuk saya pribadi, bekerja di BPK sangat menyenangkan. Saya kira hampir seluruh daerah di Indonesia ini sudah pernah saya kunjungi. Pengalaman kerja seperti ini saya kira tidak mudah didapatkan di tempat lain. Itu menurut saya hal paling menyenangkan dari bekerja di BPK.
Selain itu, kesejahteraan pegawai BPK saat ini juga sangat terjaga dan menjanjikan untuk masa depan setiap keluarga BPK. Dengan kondisi ini, setiap pemeriksa BPK maupun pelaksana tugas penunjang BPK sangat dapat memegang teguh nilai dasar BPK yakni independensi, integritas, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Hal yang juga menonjol dari BPK saat ini adalah keberadaan Auditorat Utama Investigasi (AUI) yang terbentuk pada 2016. Hal ini membuat BPK dapat melakukan pemeriksaan investigasi atau perhitungan kerugian negara (PKN) jika ditemukan dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) adanya indikasi kerugian negara sebagaimana diamanatkan undang-undang. Kalau dulu, hal ini belum ada. Banyak pemeriksa yang ditugaskan melakukan pemeriksaan investigasi atau PKN dan hasilnya belum maksimal.
Saya adalah orang yang juga sempat terlibat dalam melakukan pemeriksaan di Asuransi Jiwasraya. Ketika itu, sebagai Kepala Auditorat VII.D saya penanggung jawabnya. Bayangkan, kasus Jiwasraya sekarang sudah berjalan proses hukumnya di pengadilan. Saya sangat bangga pada mereka yang bisa menonjolkan eksistensi BPK.
Selain itu, hal yang berbeda saat ini adalah kesempatan bagi semua insan BPK untuk mengikuti pendidikan lanjut baik S2 atau S3 di luar negeri yang terbuka luas. Hal ini membuat SDM BPK semakin baik dan unggul. Bukan main-main ini. Saya selalu dorong kepada yang muda-muda untuk ambil kesempatan studi lanjut karena ini yang dapat membuat BPK unggul.
Sebagai Inspektur PIMK, program apa saja yang pernah Bapak jalankan?
Kami telah menyelesaikan kebijakan dan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko BPK. Pada akhir 2017, Wakil Ketua BPK saat itu yakni Bapak Bahrullah Akbar mencanangkan agar di BPK dibangun manajemen risiko. Kami di Inspektorat PIMK diberi tugas untuk membangunnya. Saat itu dibentuk tim untuk membangun manajemen risiko BPK dengan personel PIMK dan lainnya. Tim diketuai oleh Bapak Abdul Latief yang saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Manajemen Risiko BPK.
Dengan semangat dan fokus untuk penyelesaian tugas, akhirnya pada Agustus 2018 ditetapkan Keputusan BPK tentang Kebijakan Penerapan Manajemen Risiko dan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di BPK. Hal itu sebelumnya tidak ada. Di situlah kita bisa mengidentifikasi dan menganalisis risiko serta melakukan mitigasi. Keputusan BPK tersebut membuat saya sangat senang dan gembira. Saat ini, manajemen risiko sudah dilaksanakan pada level BPK Wide, unit eselon I dan satker eselon II. Dalam tahap berikutnya, pengelolaan manajemen risiko telah diserahterimakan dari Itama kepada Ditama Revbang.
Selanjutnya, Itama bertugas menjadi reviewer atas penerapan manajemen risiko di BPK. Alhamdulillah, kami di Inspektorat PIMK telah menyampaikan Pedoman Reviu Manajemen Risiko BPK kepada Ditama Binbangkum untuk proses legislasi. Diharapkan, pada semester II 2020 akan dimulai reviu atas manajemen risiko BPK pada unit eselon I dan satker eselon II secara keseluruhan.
Program apa saja yang akan dilaksanakan ke depan?
Ke depan, Inspektorat PIMK berusaha untuk mendapatkan Internal Audit Capability Model (IACM) Level IV (managed) dari yang sebelumnya Itama telah memperoleh IACM Level III (integrated). Kami sudah mulai melaksanakan tugas tersebut sesuai arahan Wakil Ketua BPK Bapak Agus Joko Pramono dengan melakukan perubahan atas Internal Audit Charter (IAC) atau Piagam Internal Audit. Perubahan IAC tersebut sudah disampaikan Ibu Irtama BPK kepada Ditama Binbangkum untuk proses legislasi.
Hal tersebut menjadi salah satu prasyarat. Karena, disyaratkan dalam IAC bahwa Itama harus direviu oleh lembaga di luar BPK. Selain itu, Itama harus bertugas untuk memberikan opini atas kinerja BPK. Hal ini merupakan tugas baru bagi Itama untuk mencapai IACM Level IV. Hal ini tentu tidak mudah dan butuh komitmen besar dari pimpinan BPK. Tapi, kalau Itama tidak diberikan kesempatan menilai kinerja pimpinan kita tidak bakal bisa mencapai IACM level IV itu.
Menurut Bapak, upaya apa saja yang perlu dijalankan untuk meningkatkan kualitas pegawai BPK?
Di lingkungan Itama, wajib bagi setiap pegawai memperoleh pendidikan dan sertifikat qualified internal auditor (QIA). Setelah memperoleh sertifikat itu, disyaratkan untuk tetap menjaganya. Oleh karena itu, setiap pemegang sertifikat dituntut untuk belajar berkelanjutan. Menurut saya, kesempatan untuk mengikuti pendidikan S2 bagi pegawai yang berkemampuan juga harus terbuka luas. Saya kira ini sudah menjadi hal yang umum sekali di K/L lain. Selain itu, menurut pendapat saya, tour of duty secara periodik dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk penyegaran pengetahuan dan kemampuan serta kedewasaan pegawai. Hal ini supaya tidak terjebak dalam zona nyaman.
Pimpinan Satker Eselon II saya kira juga harus mampu menjadi role model untuk mendorong dan memotivasi SDM menambah pengetahuan melalui membaca, diskusi, dan mengikuti seminar. Mereka harus bisa menantang stafnya untuk terus berinovasi. Pemimpin BPK dari level yang paling rendah sampai dengan yang tertinggi harus mampu menjadi role model atau leading by example terkait penerapan nilai dasar BPK.
BPK ke depannya harus lebih memberi kesempatan SDM untuk mengikuti pendidikan lanjut baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini agar SDM BPK unggul dan lebih disegani. Talent Pool juga harus menjadi sarana utama dan melembaga dalam melaksanakan promosi dan mutasi pegawai BPK. Saya kira ini penting untuk menjaga alur suksesi di BPK. BPK juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan reward kepada pegawai yang sukses dan menciptakan inovasi baru dalam melaksanakan tugas. Hal ini perlu dilembagakan untuk menciptakan kebanggaan bagi pegawai yang berprestasi dan inovatif.
Apakah ada pesan yang ingin Bapak sampaikan kepada seluruh pegawai BPK?
Pegawai BPK harus memiliki kebanggaan karena mampu bertugas dan memegang teguh nilai dasar BPK, mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dengan nol kesalahan, disiplin, dan taat kepada semua ketentuan BPK. Selain itu SDM BPK harus mempunyai kebanggaan karena mampu menghidupi keluarga secara baik dan benar. Para atasan pegawai juga harus mampu menjadi teladan untuk memotivasi dan menciptakan kondisi yang baik seperti ini.
___
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 6 Vol. III Juni 2020 | hal. 49 - 51
No comments:
Post a Comment