
Waktu Baca: 10 Menit
Untuk melihat kualitas hasil pemeriksaan atas LK BUMN dan sesuai amanat Undang-undang, BPK pun terus melakukan evaluasi KAP.
Badan Usaha Milik Negara atau yang biasa dikenal dengan singkatan BUMN telah menjadi entitas bisnis yang penting di tengah masyarakat. Ini tak lain lantaran BUMN mengacu kepada Pasal 33 UUD 1945, yaitu bahwa ada cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Untuk mengelola cabang produksi itu, maka didirikanlah BUMN.
Dinamika perusahaan pelat merah ini tidak pernah lepas dari sejarahnya. Pada saat republik ini diresmikan, ada beberapa BUMN yang juga ikut berdiri, contohnya BNI 46. Ada juga 20-an perusahaan dari Belanda yang ketika itu menguasai sektor yang dianggap penting bagi negara. Ada Garam, Soda, Iglas, dan lain-lain.
Karena perkembangan hubungan luar negeri dengan Belanda yang tak kunjung usai, khususnya terkait Irian Barat, maka pada 1958 pemerintah melakukan nasionalisasi. Karena kebijakan itu, seluruh perusahaan Belanda dinasionalisasi dan sejak itu negara memiliki sekitar 450 perusahaan pemerintah. “Tahun 2018 berubah lagi, karena terjadi lagi holding migas. Pertamina menjadi induknya, PGN masuk ke situ. Jadi jumlahnya menjadi 114,” kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno kepada Warta Pemeriksa di kantornya di Jakarta, belum lama ini.
Fajar mengakui, memang belum semua perusahaan BUMN memberikan keuntungan bagi negara. Pada 2014, jumlah perusahaan yang merugi sekitar 30-an. Akan tetapi, seiring dengan usaha pemerintah, jumlah itu membaik menjadi tinggal 13 perusahaan pada 2017. Itu pun ada yang sudah tidak bisa di apa-apakan. “Ada yang sudah non-operasi sebenarnya, seperti Iglas, Soda, KKA, Merpati, sudah non-operasi sejak lama,” tambah dia.
Fajar menjelaskan, pada perjalanannya tidak semua BUMN bisa bertahan. Ada beberapa yang terpaksa tidak beroperasi lantaran dianggap tak lagi menjadi hajat orang banyak atau tidak dapat bertahan lantaran persaingan dengan swasta. Sehingga pada perkembangannya, hanya perusahaan yang betul-betul penting bagi negara dan memengaruhi hajat hidup orang banyak yang difokuskan. Untuk saat ini, BUMN yang terkait dengan tambang, migas, dan perumahan yang menjadi sektor perhatian utama negara.
TANTANGAN
Mengingat peran dan potensinya yang sangat besar, tantangan untuk pengelolaan BUMN juga tak sederhana. Bagi Auditor Utama Keuangan Negara VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Akhsanul Khaq, tantangan terbesar pemeriksaan BUMN adalah:
1. Asetnya yang sangat besar, yaitu mencapai Rp7.200 triliun.
1. Asetnya yang sangat besar, yaitu mencapai Rp7.200 triliun.
2. Jumlah BUMN dengan anak perusahaan yang menginduk ke BUMN, sekitar 300-400 entitas yang harus diperiksa. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksa yang hanya sekitar 243 orang.
3. Karakteristik BUMN berbeda-beda sehingga untuk dapat memahami masing-masing BUMN, setiap pemeriksa harus bisa masuk ke dalamnya satu per satu. “Hari ini saya bicara PLN, besoknya saya bicara Perkebunan,” kata dia kepada Warta Pemeriksa di kantornya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, BPK juga tidak secara otomatis memperoleh data terkait laporan keuangan. Ini mengingat, BPK tidak memeriksa laporan keuangan BUMN. Alih-alih, laporan keuangan itu diperiksa oleh kantor akuntan publik (KAP).
BPK melakukan pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan BUMN. BPK, kata dia, biasanya melakukan pemeriksaan kepada BUMN dari tiga sisi. Yaitu, dari sisi pendapatan, sisi biaya, kemudian sisi investasi. “Saya juga selalu menyarankan bahwa pemeriksa harus memahami proses bisnis, dari perusahaan yang diperiksa,” tambahnya.
Untuk melihat kualitas pemeriksaan atas laporan keuangan BUMN dan sesuai amanat undang-undang, BPK pun terus melakukan evaluasi KAP. Jadi, KAP melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan BUMN. Kemudian, BPK mengevaluasi hasil pekerjaan KAP. Dalam hal ini, BPK mengevaluasi apakah seluruh prosedur dalam pemeriksaan laporan keuangan itu sudah dilaksanakan oleh KAP. Untuk tahun ini, ada 13 KAP yang dievaluasi oleh BPK. “Diharapkan dengan begitu, pertama, saya memperoleh data terkait dengan pemeriksaan di satu entitas. Kedua, kita bisa menyarankan kepada KAP kalau ada hal-hal yang mestinya dilakukan dalam pemeriksaan laporan keuangan tapi belum dilakukan,” ungkap dia.
BUMN mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, yaitu bahwa ada cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Jumlah BUMN dari masa ke masa:
Tahun 1945 sekitar 20-an perusahaan.
Akhir tahun ‘70an 162 perusahaan.
Akhir tahun 1999 143an perusahaan.
Tahun 2014 118 perusahaan.
Tahun 2017 115 perusahaan.
Tahun 2018 114 perusahaan.
___
Sumber:
Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 09 Vol. I September 2018 | hal. 4 - 5
No comments:
Post a Comment