
Waktu baca: 12 menit
BPK telah melakukan pemeriksaan terhadap persiapan pemerintah dalam menjalankan program SDGs.
Negara-negara di dunia punya program besar yang harus dicapai pada 2030. Program itu bernama Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2015.
SDGs mengamanatkan 17 tujuan dengan 169 capaian. Beberapa tujuan di antaranya adalah pengentasan kemiskinan dan kelaparan, perbaikan kesehatan, hingga mengatasi perubahan iklim. Pada prinsipnya, konsep pembangunan berkelanjutan harus mempertimbangkan tiga aspek: lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Setahun setelah PBB menetapkan SDGs sebagai pengganti agenda pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium, International Organization of Supreme Audit Institutions (lembaga pemeriksa sedunia) menjadikan pemeriksaan SDGs sebagai salah satu fokus agenda periode 2016-2019. Penetapan agenda pemeriksaan SDGs itu dilakukan dalam kongres internasional INTOSAI pada Desember 2016 di Abu Dhabi. Kongres INTOSAI sepakat bahwa lembaga pemeriksa (Supreme Audit Institutions/ SAI) harus berkontribusi mengawal kesuksesan SDGs.
Sejak saat itu, SAI di berbagai negara aktif berkumpul. Berbagai forum digelar untuk mematangkan konsep hingga tahapan pemeriksaan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI termasuk salah satu SAI yang paling aktif.
Anggota II BPK Agus Joko Pramono menceritakan, BPK RI dilibatkan sejak awal perumusan konsep dan tahapan pemeriksaan. “Peran kita cukup penting. BPK aktif dalam membuat guidance,” kata Joko kepada Warta Pemeriksa di ruang kerjanya, di kantor pusat BPK, awal Agustus.
Agus menjelaskan, INTOSAI menyepakati empat pendekatan dalam memeriksa SDGs. Pertama, melakukan pemeriksaan terhadap preparedness atau persiapan suatu negara untuk menjalankan program SDGs. Kedua, memeriksa kinerja terhadap pelaksanaannya. Ketiga, memeriksa implementasi program dari sisi transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Terakhir, kata dia, menetapkan role model dalam penerapan SDGs di organisasi masing-masing.
BPK RI sudah melakukan pemeriksaan terhadap persiapan pemerintah pada semester I 2018 dalam menjalankan program SDGs. Pemeriksaan bertujuan mengetahui sejauh mana persiapan pemerintah setelah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Temuan hasil pemeriksaan tersebut kemudian disampaikan BPK RI dalam forum SAI Leadership and Stakeholder Meeting “SAI Contributions to the 2030 Agenda and the Sustainable Development Goals” di United Nations Headquarters, New York, 19 – 20 Juli 2018. Agus yang mewakili BPK, mendapatkan kesempatan sebagai pembicara pertama pada sesi sharing experiences on auditing policy coherence and integration. “Kami diminta berbagi pengalaman dan temuan terkait bagaimana proses integrasi dan koherensi dari penyusunan kebijakan SDGs pemerintah,” kata Agus. Dalam kesempatan tersebut, Agus menjelaskan ada tiga perspektif yang dilakukan BPK RI saat memeriksa persiapan program SDGs pemerintah. Tiga perspektif tersebut mengenai integrasi dan koherensi vertikal, integrasi dan koherensi horizontal, serta stakeholder engagement atau pelibatan pemangku kepentingan. “Ada tiga temuan utama yang kami sampaikan dalam forum tersebut,” ujar dia.
Agus menjelaskan, dalam hal integrasi dan koherensi vertikal, BPK menemukan adanya ketidaksinkronan penyusunan program SDGs ke dalam rencana pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah. Dia mengungkapkan, pemerintah pusat sudah memasukkan program-program terkait SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pada 2017. Namun, program tersebut belum masuk ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
Masalahnya, kata dia, saat program SDGs dimasukkan ke dalam RPJMN pada 2017, sebanyak 50 persen daerah sudah menjalankan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2016. Sehingga, sebagian besar pemerintah daerah telah menyusun program-program pembangunannya. “Jadi, program-program yang dibuat pemerintah pusat belum masuk ke program daerah,” kata dia. Sedangkan daerah lainnya banyak yang menggelar pilkada tahun ini. Kondisi ini membuat pemerintah daerah tersebut baru akan menyusun dan menetapkan perencanaan pembangunan pada 2019.
Dalam hal perspektif pemeriksaan integrasi dan koherensi horizontal, BPK menemukan belum adanya sinergi yang baik antarkementerian dan lembaga dalam program SDGs. Seharusnya, kata dia, kementerian membuat perencanaan integratif sesuai dengan tujuan SDGs. Pada praktiknya, ungkap Agus, kementerian masih berfokus pada operasional masing-masing. Belanja kementerian lebih terkonsentrasi pada belanja internal seperti perjalanan dinas hingga membangun gedung.
“Yang diinginkan SDGs, pemerintah dalam melaksanakan program fokus kepada pelayanan terhadap masyarakat. Ini yang belum terjadi pada saat melakukan proses persiapan dan perencanaan dari penerapan SDGS,” ujarnya. Adapun temuan ketiga adalah belum optimalnya pelibatan pemangku kepentingan dari nonpemerintah dalam program SDGs. Sejauh ini, pelibatan pihak luar seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) hingga korporasi baru bersifat imbauan. “Belum terkoordinasi dengan baik,” kata Agus.
Dia menuturkan, PBB ingin pihak luar dilibatkan dalam mengontrol program SDGs pemerintah. Selain itu, pemerintah juga perlu mengoordinasikan bentuk pelaporan dari pihak-pihak luar tersebut. “Pemerintah cenderung melaksanakan sendiri,” dia mengungkapkan. Setelah melakukan pemeriksaan persiapan, BPK RI kini sedang bersiap memeriksa kinerja pemerintah dalam melaksanakan SDGs.
Dari 17 tujuan utama yang diamanatkan SDGs, BPK RI akan memfokuskan pemeriksaan terhadap program pemerintah dalam membantu masyarakat yang pendapatannya masuk dalam kategori 40 persen terbawah. Dia menjelaskan, program-program yang diperhatikan BPK adalah bantuan sosial hingga dana desa. Selain itu, mengenai kelaparan dan kemiskinan.
Paparan BPK terkait temuan pemeriksaan persiapan SDGs dalam forum SDGs di New York mendapat apresiasi dari INTOSAI. Agus mengatakan, INTOSAI bahkan sampai mengirim surat resmi yang isinya memuji materi yang disampaikan BPK.
Paparan BPK terkait temuan pemeriksaan persiapan SDGs dalam forum SDGs di New York mendapat apresiasi dari INTOSAI. Agus mengatakan, INTOSAI bahkan sampai mengirim surat resmi yang isinya memuji materi yang disampaikan BPK.
“Pembicara pertama biasanya memang menjadi benchmark. Dan, kita memang lebih terstruktur dalam menghasilkan laporan,” ujar Agus. Agus menambahkan, dirinya bahkan sempat disambangi beberapa petinggi SAI dari negara lain seusai memberikan pidatonya. Menurut dia, ada beberapa negara yang ingin menunjuk BPK RI sebagai pemeriksa peer review negara tersebut. “Namun, baru disampaikan secara lisan saja, belum formal,” kata dia.
Forum SDGs di New York dihadiri berbagai SAI negara lain. Mereka juga memaparkan hasil-hasil temuan dalam pemeriksaan persiapan program SDGs di negara masing-masing. Sekretaris Jenderal INTOSAI Margit Kraker dalam pidatonya menyampaikan, pertemuan tersebut digelar untuk berbagi hasil, peluang, dan tantangan pemeriksaan persiapan SDGs di masing-masing negara. “Tentunya juga sebagai sarana dialog dan kerja sama dengan pemangku kepentingan lain,” katanya.
___
Sumber:
Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 09 Vol. I September 2018 | hal. 20 - 21
No comments:
Post a Comment