BAHTIAR ARIF: FOKUS PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI


Waktu baca: 20 menit
Dilantik sebagai Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 27 Maret 2018, Bahtiar Arif S.E., M.Fin., Ak. langsung tancap gas. Bahtiar yang sebelumnya menjabat sebagai Auditor Utama Keuangan Negara II bertekad meningkatkan sistem teknologi informasi di BPK. Peningkatan tersebut bakal dilakukan mulai dari sistem informasi sumber daya manusia (SDM) hingga pemeriksaan.
Bapak sudah 27 tahun di BPK, apakah ada perubahan yang Anda lihat selama ini?
Ada banyak perubahan, baik yang positif dalam konteks tata kerja, maupun kinerja. Misalnya saja, dari sisi komunikasi antarpemeriksa. Seiring dengan perkembangan teknologi dan tata kelola di Indonesia maupun di luar negeri, maka BPK sekarang tata kerjanya sudah sangat bagus. Ada standar, ada pedoman, kemudian didukung sistem informasi. Dulu memang ada tata kerjanya, tapi saat saya masuk, standar pemeriksaan saja belum ada. Baru ada pada 1996, kemudian ada lagi standar pemeriksaan pada 2005. Lalu ada lagi tahun 2017. Kemudian, untuk internasional juga sudah ada, tahun 2005. Sekarang itu sudah ada ISA 210, standar internasional yang bisa kita bandingkan dengan standar setiap negara. Lalu dari sisi pedoman, sudah banyak juklak, juknis, SOP. Berikutnya, sistem aplikasi pemeriksaan, SIAP, sistem manajemen pemeriksaan (SMP), dan sebagainya. Ke depan, memang akan dikembangkan cara bekerja kita yang menggunakan sistem. Tidak lagi mengandalkan orang.

Apa rencana yang dijalankan BPK menyikapi perubahan itu?
Perubahan yang dilakukan BPK sejalan dengan apa yang digariskan Rencana Strategis BPK 2016-2020. Salah satu di antaranya menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. Dengan visi tersebut BPK ingin meningkatkan hasil pemeriksaan dari sisi manfaat hasil pemeriksaan. Penguatan ini memerlukan infrastruktur. Bagaimana cara komunikasi kita dengan stakeholders, bagaimana tindak lanjut hasil pemeriksaan terhadap entitas yang diperiksa. Bagaimana secara internal mengembangkan kualitas hasil pemeriksaan. Salah satu di antaranya adalah penggunaan teknologi informasi. Seperti saya katakan, ke depan kita harus menjadikan teknologi informasi ini menjadi tulang punggung cara kerja BPK. Proses bisnis di BPK ini secara berangsur-angsur sudah meninggalkan manual. Makin banyak proses yang otomasi.

Apa keuntungan dari penggunaan sistem informasi?
Karena dulu masih manual, kadang-kadang lupa membuat dokumentasinya. Kalau sekarang harus, kalau tidak melakukan itu dianggap tidak bekerja. Pelaksanaan program pemeriksaan melalui sistem aplikasi ini, dokumennya sudah otomatis tersimpan dan langsung disampaikan ke ketua tim untuk review, review-nya pun sudah ada di dalam dokumentasi itu. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan itu semakin cepat, sudah dilihat ketua tim, aman, tidak mudah hilang. Kemudian dari sisi manajemen pemeriksaan, dari mulai rencana pemeriksaan sudah ada di dalam sistem. Berapa hari, berapa anggaran, sampai laporannya bisa dipantau dari sistem. Ketika rencana pemeriksaan atau sistem manajemen ini sudah masuk, dilaksanakan pemeriksaan dengan sistem informasi ini, hasilnya bisa masuk ke situ, pelaporan juga nanti ke depan diambil dari sistem aplikasi. Ini membantu proses bisnis di BPK agar berjalan secara cepat, akurat, aman, terdokumentasi dengan baik, sehingga proses bisnis ini semakin baik. 

Apa tantangan penerapan sistem informasi ini?
Memang masih banyak ruang-ruang yang belum terintegrasi antara sistem informasi yang ada di keuangan dengan sistem informasi SDM. Kalau dari sisi pemeriksaan sudah terintegrasi. Profil SDM ini akan semakin lengkap, pengurusan kenaikan pangkat tidak perlu lagi orang harus menyerahkan SK dan sebagainya. Karena sudah ada di situ. 

Ada kendala lain, misalnya saja dari sisi sosialisasi dan lainnya?
Tentu saja. Dari sisi infrastruktur, tentunya pengembangan perlu biaya, anggaran kita bukannya tidak terbatas. Dari sisi pengembangan sendiri, karena banyaknya informasi yang dikembangkan, tenaga biro TI juga terbatas. Salah satu kebijakan yang dianut di BPK ini adalah pengembangan in house, jadi tidak beli dari luar. Karena ini demi keamanan. Informasi yang ada di BPK masih bersifat rahasia sebelum dipublikasi. Oleh karena itu, sistem informasi yang dikembangkan masih dikelola oleh pengembang yang ada di BPK. Ada penggunaan orang luar, tapi konteksnya masih sifatnya teknis, dari sisi desain harus cari dari BPK sendiri. Karena kebutuhan banyak, SDM di TI juga terbatas. Kendala lain juga terkait masalah mengintegrasikan sistem informasi yang sudah ada. Termasuk kita punya ada program e-audit, yaitu mengakses data dari entitas atau data yang lain supaya bisa masuk ke BPK untuk analisis pencocokan data. 

Untuk sosialisasi bagaimana? 
Soal sosialisasi itu terkait dengan masalah pola pikir. Untuk bekerja menggunakan sistem informasi ini menjadi tantangan tersendiri. Karena orang berubah itu tidak mudah. Cuma kita mendapat keuntungan satu kelebihan yaitu pegawai BPK rata-rata masih muda. Mereka generasi milenial atau generasi Z, jadi tidak gagap teknologi. Tinggal yang tua-tua saja. Tapi karena lingkungan berpengaruh, akan memaksa mereka untuk bisa. Tantangan berikutnya adalah teknologi itu sendiri. Karena terus berkembang, kita terus catch up dengan teknologi. Misalnya bagaimana mengintegrasikan sistem itu bahkan sampai ke personal gadget. Jadi, sistem informasi bisa notifikasi ke handphone. Aspek seperti ini yang jadi tantangan teknologi untuk mengintegrasikan sehingga setiap orang bisa mengakses informasi dengan mudah. Teknologi pada dasarnya memang mengurangi peran dan campur tangan manusia. 

Apakah ada resistensi?
Saya pikir, memang ada resistensi terkait penggunaan teknologi. Tapi mau tidak mau, kalau tuntutan sudah semakin besar, semua juga akan berubah. Kalau tidak mengikuti, ya maka lambat dan akan tertinggal. Kalau kita dalam satu organisasi dan mayoritas menggunakan sistem itu, karena satu kebutuhan, dan banyak manfaatnya, maka mau tidak mau ikut. Kalau tidak, akan terpinggirkan. Apalagi pekerjaan kita yang membutuhkan koordinasi, konsolidasi, sehingga sangat membantu sekali penerapan teknologi. Dengan 87 laporan keuangan dari kementerian dan lembaga, dengan sistem informasi itu sangat membantu. Dengan sistem informasi ini semua bisa dipantau. Kemudian, membuat ikhtisar hasil pemeriksaan. Dari 600 laporan, bagaimana membuat ikhtisar dalam waktu tiga bulan? Kalau manual kan harus dibaca satu-satu, diketik ulang, belum tentu benar juga. Kalau menggunakan sistem, ini akan membantu mengkompilasi. Dari sisi akurasi juga sangat terbantu.

Persiapan sistem informasi ini apakah memang menjadi bagian dari rencana BPK untuk tampil di kancah internasional?
Ini memang menjadi salah satu keunggulan. Semua memang menggunakan teknologi informasi. Semua BPK negara lain sudah konsentrasi terkait dengan teknologi. Kita tidak mau tertinggal, secara kebutuhan juga perlu. Di dalam peran internasional, selain penggunaan teknologi, adalah kapasitas atau kompetensi dari pemeriksa kita. Kompetensi terkait ilmu auditing itu adalah inti bisnis kita. Seberapa jauh penguasaan kita terhadap standar internasional, seberapa jauh meng ikuti perkembangan terakhir di dunia akuntansi, dan seterusnya. Itu alasan BPK memberanikan diri dan dipercaya menjadi salah satu pemeriksa lembaga internasional di IAEA, International Atomic Energy Agency. BPK juga dipercaya di berbagai forum internasional asosiasi BPK sedunia, baik the International of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), ASEAN Supreme Audit Institutions (ASEANSAI). Kalau di ASEANSAI BPK memang yang me-lead. Karena sejak pendirian, sekretariat, itu ada di BPK. Ini kapasitas SDM BPK juga menjadi penentu bagaimana BPK bisa menjadi yang terdepan di dunia internasional. 

Apakah ada target khusus di kancah internasional?
Kalau target, yaitu peran kita semakin bagus dan semakin dirasakan. Sekarang ini, BPK me-lead di working group INTOSAI untuk environmental audit. Kemudian di ASEANSAI, kita juga jadi sekretariat. Kalau ketua memang digilir untuk setiap negara, tetapi kalau sekretariat, itu ada di kita. Kalau keinginan saya, kenapa tidak memimpin asosiasi organisasi BPK sedunia? Memang membutuhkan usaha yang besar dan sesuai dengan aturan yang ada di BPK sedunia. Karena itu per benua. Sebelumnya Afrika Selatan, Cina, Arab, dan besok ini Rusia. Apakah saat kembali ke Asia kita siap? Apakah BPK siap? Dari sisi sumber daya manusia kita siap. SDM kita yang sudah go international itu banyak. Kita sudah pernah memeriksa di IAEA, menang di working group environmental audit. Kita juga membutuhkan komitmen dari seluruh unsur BPK, dari pimpinan hingga level manajemen. Memang, masih banyak yang perlu diperbaiki. Misal, seperti tadi saya sampaikan, yaitu integrasi antar-sistem. Dari sisi SDM juga perlu manajemen yang lebih baik. 

Bagaimana mengembangkan SDM, ke arah mana? Bidang apa saja yang perlu dikembangkan?
Kemudian rotasi dan mutasi. Kita punya 34 kantor perwakilan. Bagaimana merotasi orang? Ini perlu perbaikan ke depan supaya keadilan dan pemera taan bisa berjalan. Lalu spesiasialisasi SDM, mana yang harus kita dorong su paya kita bisa punya ahli di beberapa area. 

Jika dibandingkan dengan BPK negara lain, bagaimana posisi BPK saat ini?
Saya tidak punya data pasti. Tapi dari sisi mandat, BPK itu sudah sangat kuat. Karena mandat pemeriksaan BPK itu diatur di UUD, konstitusi. Itu menjamin kemandirian dan kebebasan BPK. Jadi posisi BPK tidak di bawah pemerintah atau pun parlemen. Dari situ sudah cukup kuat, tidak semua negara memiliki mandat BPK seperti itu. Ada beberapa yang di bawah kong res, DPR, ada yang masih di bawah perdana menteri. Dari sisi mandat, kita termasuk supreme audit institution yang cukup kuat. Kemudian, dari sisi SDM, BPK termasuk bagus. Dari sisi rekrutmen, pendidikan, dan pengalaman itu bagus. Tantangan kita adalah tinggal mengelola SDM ini supaya sesuai dengan kode etik. Karena tantangan dan gangguan itu pasti ada, apalagi manusia. Karenanya, remunerasi kita sudah cukup bagus, meskipun bukan yang tertinggi. Tapi termasuk kelompok yang tinggi. Paling tidak, untuk standar hidup di kota yang ada di Indonesia, itu cukup. Tidak berlebihan banget, sudah cukup, tidak kekurangan juga. Ini penting untuk pemeriksa untuk menjaga independensi. Karenanya, dari sisi kapasitas organisasi dan SDM, BPK levelnya itu sudah menengah ke atas di percaturan dunia.

Apakah ada benchmark untuk BPK?
Orang bilang, BPK Amerika karena negara maju dan superpower, makanya lalu dianggap bagus. Tapi, tidak juga. Memang belum ada komparasi antar-BPK karena belum disepakati apa yang akan diukur. Tapi di kita itu ada performance measurement framework di komunitas BPK se-dunia. Tapi ini belum jadi acuan untuk semua BPK di dunia karena berbeda mandat, berbeda posisi. Kalau acuan, kami menggunakan acuan internasional saja. Kalau kapasitas supreme audit institution, di INTOSAI, itu ada majority model. Jadi untuk mengukur semakin matang suatu lembaga pemeriksa. Jadi model untuk organisasi yang bergerak di bidang akuntabilitas atau assurance. Yang paling dasar itu, hanya fokus pada combating corruption. Belum bicara memeriksa kualitas belanja. Masih sibuk mengurus korupsi. Kalau isu korupsi sudah hilang, atau paling tidak tinggal sedikit-sedikit, kita bisa masuk ke kedua, assuring accountability. Sudah mulai ada laporan keuangan, pertanggungjawaban. Sekarang ini BPK mulai memeriksa laporan keuangan pemerintah, itu sudah masuk ke level ini untuk increasing transparency. Level berikutnya, itu kalau sudah enhancing efficiency. Bicara soal efektivitas, kesamaan (equity), etik. Ini akan semakin mature. Berikutnya itu, increasing insight, jadi BPK itu menjadi konsultan bagi yang diperiksa. Artinya bisa tahu kedalaman masalah yang diperiksa. Misalnya ada masalah terkait penggunaan resources, BPK bisa tahu. Efektivitas program kerja mereka, BPK tahu masalahnya. Yang paling mature lagi, yang paling top, kalau BPK itu sudah bisa facilitating foresight, memprediksi masa depan. Memberikan pilihan alternatif bagi yang diperiksa atau pemerintah tentang negara ini. Dengan situasi seperti ini, maka saran BPK menjadi seperti ini. Dan itu real terjadi. Itu peran BPK paling mature. Jadi kita tidak punya siapa yang kita jadikan acuan, tapi kita menggunakan pedoman itu. 

BPK ada di level mana?
Sekarang itu, kita masih combating corruption, tapi kita tidak berhenti di situ. Kita juga sudah masuk ke assuring accountability. Kita kasih opini dan sebagainya. Ini juga seiring dengan kedewasaan pemerintah dan entitas lain. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Karena BPK hanya memberikan rekomendasi, kita bukan eksekutif, jadi pemerintah yang menjalankan. Jadi harus bersama-sama. Kemajuan pemerintah itu juga kemajuan BPK, begitu juga sebaliknya. Tidak bisa itu BPK hebat, tetapi negaranya masih miskin. Kalau kita mau lihat sudah ada di mana, bisa kita lihat, sekarang itu pemerintah sudah mulai melakukan pelaporan keuangan dan dipublikasikan. Dulu tidak pernah. Sekarang presiden juga sudah mulai berbicara kualitas belanja, untuk apa. Ini nanti bicara efisiensi, efektivitas, penggunaan anggaran, dan sebagainya. Tantangannya memang apakah kita bisa menuju ke increasing insight dan facilitating foresight

Berapa tahun yang dibutuhkan BPK untuk bisa menjadi dewasa?
Tidak bisa ditentukan. Tergantung banyak hal. Kemajuan bangsa, pemerintah, kualitas masyarakat, pendidikan, kesehatan, kualitas inovasi, dan hal-hal lain yang dapat membantu membentuk pemerintah yang semakin maju. 

Saat ini demografi SDM BPK banyak yang muda, apakah akan dipertahankan seperti itu?
Ini sedang kami rancang dalam grand design manajemen SDM. Kita membutuhkan tenaga yang enerjik karena pemeriksa itu kerjanya di lapangan. Ini bersamaan juga dengan kondisi pemerintah yang surplus demografi. Ini berimbas ke BPK, umur 30-an itu banyak. Ke depan, kita ingin ada kaderisasi, sehingga aliran SDM ini bisa tetap dipertahankan agar tetap produktif.

Apa pesan Anda untuk para generasi muda, khususnya pegawai BPK?
Harapan saya, generasi muda BPK itu bisa memiliki kompetensi. Yang lebih penting lagi adalah integritas, reputasi, independensi, dan profesionalisme. Ini nilai dasar yang harus jadi fondasi. Jangan sampai kita itu pintar tapi tidak punya integritas. Nanti banyak orang menyangsikan pekerjaan BPK. Pekerjaan BPK itu pemeriksaan, sangat tergantung dengan kepercayaan. Jadi masuk BPK, harus punya integritas dan kapasitas. Baik kapasitas auditing, keilmuan yang terkait pekerjaan, dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan komunikasi di dalam dan luar negeri. Karena ke depan kita harus berkompetisi tidak hanya di dalam negeri, tapi juga dengan lembaga lain di dunia internasional. Berikutnya yang tidak kalah penting adalah kemampuan  inovasi dan kreativitas. Zaman berubah, kita berubah. Lebih bagus lagi kita mendahului perubahan. Jadi, meskipun zaman belum berubah, kita sudah melakukan perubahan. Ini yang akan menjadi kebanggaan karena nantinya orang-orang mengikuti yang kita kerjakan.
____

Sumber:
Badan Pemeriksa Keuangan | Majalah Warta Pemeriksa Edisi 05 Vol I Mei 2018 | hal 22 -25

No comments:

Post a Comment